TANGERANG, MP - Jaksa Penuntut Umum dan pengacara Prita Mulyasari bersitegang di persidangan lanjutan kasus pncemaran nama baik di Pengadilan Negeri Tangerang, siang ini, Rabu (4/11). Kedua belah pihak saling menyanggah dan merasa keberatan dengan pertanyaan yang diarahkan ke terdakwa Prita Mulyasari.Jaksa Riyadi berupaya menjebak Prita dengan pertanyaan yang diambil dari kata-kata yang tertuang dalam surat elektronik Prita yang dijadikan alat bukti dan dijadikan bahan untuk pemeriksaan Prita dalam persidangan tersebut. Pertanyaan Riyadi seputar tindakan medis dan kalima-kalimat dalam surat seperti, "Anda mengatakan sudah tidak bisa berjalan saat datang ke rumah sakit, tapi anda bisa menghampiri Oggy (petugas rumah sakit Omni)," kata Riyadi dengan nada keras.
Pertanyaan itu disanggah kuasa hukum Prita, Slamet Yuwono dan Samsul Anwar. "Keberatan majelis hakim, itu menjebak," kata Slamet. Riyadi membalasnya. "Ini tidak menjerat, ini pertanyaan," katanya.
Persidangan dalam sesi tanya jawab dari pihak jaksa ini terus memanas, karena selalu disanggah kuasa hukum Prita. Ketua Majelis hakim Artur Hangewa berulang kali melerai kedua belah pihak dengan memperingatkan keduanya.
Kuasa hukum Prita menyatakan keberatan jika salinan fotokopi surat elektronik Prita yang berisi keluhan layanan buruknya Rumah Sakit Internasional Alam Sutra yang menyebar di internet dijadikan alat pemeriksaan pada terdakwa. "Menurut ahli pidana dan ahli teknologi informasi, salinan surat itu tidak sah dijadikan alat bukti karena bukan surat asli Prita," kata Slamet.
Paparkan Kronologi
Prita Mulyasari terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra menyatakan datang ke rumah sakit itu karena ingin mendapatkan layanan yang optimal dan ditangani dokter dan ahli nyang profesional sesuai dengan titel internasional yang dimiliki rumah sakit itu.
"Saya datang untuk berobat dan sembuh, dan berharap layanan yang saya terima sesuai dengan kata internasional," kata Prita kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang melakukan pemeriksaan, hari ini, Rabu (4/11).
Namun, kata Prita, selama ia dalam perawatan sama sekali tidak mendapatkan layanan seperti yang di harapkan. Informasi tentang penyakitnyapun sangat minim ia dapatkan selama lima hari dirawat disana. "Sehingga saya mengambil keputusan pindah rumah sakit untuk mencari second opinion," kata Prita.
Prita mengaku kecewa karena komplain yang ia layangkan kurang direspon pihak rumah sakit, dari permintaan rekam medis, hasil laboratorium trombosit dari 27 ribu menjadi 181 ribu. "Saya memerlukannya untuk dokumen kesehatan saya, dan itu adalah hak saya," kata Prita.
Kekecewaan itu Prita layangkan kepada teman-temannya melalui surat elektronik yang dikirim via email. Prita mengaku hanya mengirimkan kebeberapa teman kerjanya.
Hal tersebut adalah bagian dari pemeriksaan Prita selaku terdakwa oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang. Ketua majelis hakim Artur Hangewa memeriksa Prita dengan cara menanyakan kronologis awal Prita dirawat di rumah sakit itu. Keluhan sakit yang dirasakan Prita ketika ia tiba dirumah sakit, penanganan dokter, perawat dan tindakan medis yang diterima Prita.
Dalam pemeriksaan itu, Artur juga mengkronvontasi keterangan Prita dengan pernyataan saksi yang telah memberikan keterangan dipersidangan seperti berapa kali Prita diambil darah. "Menurut saksi anda dua kali diambil darah," kata Artur. Namun, Prita membantah. "Setahu saya, cuma sekali pengambilan sampel darah."
Soal perbedaan jumlah trombosit dari 27 ribu menjadi 181 ribu juga dibantah Prita. "Saya tidak mendapatkan informasi yang cukup soal perubahan itu," tuturnya. (red/*tif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar