TANGERANG, MP - Pengadilan Negeri Tangerang akan memutuskan perkara pidana Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra pada 29 Desember mendatang. "Kami butuh waktu dua pekan dari sekarang untuk menyusun putusan," ujar Ketua majelis hakim Artur Hangewa usai sidang, siang ini, Selasa (15/12).
Artur menentukan hari Selasa 29 Desember sebagai waktu putusan akhir perkara tersebut. "Harap bersabar yah," katanya kepada terdakwa Prita Mulyasari. Majelis hakim menilai kesempatan untuk jaksa, penasehat hukum dan terdakwa dalam proses persidangan telah semuanya digunakan. "Kini giliran majelis hakim yang memberikan hasil putusan," katanya.
Hari ini Pengadilan Negeri Tangerang menggelar sidang perkara pidana pencemaran nama baik RS Omni. Persidangan masuk tahap duplik penasehat hukum atas replik jaksa penuntut umum.
Sementara itu Prita Mulyasari terdakwa pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra keberatan jika dikatakan menolak damai dan mengabaikan langkah hukum yang telah dilakukan oleh RS Omni dengan mencabut perkara perdata. ”Bukannya saya menolak damai, tapi saya harus hati-hati,” ujarnya di Pengadilan Negeri Tangerang.
Menurut Prita, saat seperti ini adalah waktu yang sangat menentukannya dalam memperoleh keadilan. Segala apa yang ia ucapkan dan lakukan jika tidak penuh kehati-hatian akan fatal akibatnya. ”Satu kata bisa menjadi bukti di pengadilan,” kata ibu dua anak ini.
Prita menuturkan sikap kehati-hatiannya ini berdasarkan pengalaman yang telah ia alami. Proses penyidikan, dipenjara, disidang, dibebaskan, disidang lagi hingga dihukum membayar ganti rugi kepada RS Omni membuatnya banyak belajar. ”Saat ini saya harus menghadapi keputusan pengadilan untuk perkara pidana,” tuturnya.
Menyikapi proses upaya damai yang digagas oleh Departemen Kesehatan belum juga membuahkan kesepakatan damai, Prita hanya pasrah. ”Kami telah berusaha, tapi belum juga menemukan titik temu, Mungkin inilah yang harus saya jalani,” katanya.
Slamet Yuwono, kuasa hukum Prita menambahkan, sikap RS Omni yang tidak mau menanggapi permintaan mereka agar dua dokter yang mengugat pidana Prita untuk meminta kepada majelis hakim agar Prita dibebaskan dari segala tuntutan menandakan rumah sakit tersebut tidak punya itikad baik dan keseriusan dalam menyelesaikan masalah ini. ”Jadi bukan Prita yang menolak damai, tapi Omni yang tidak mau berdamai,” kata Slamet.
Cabut Perkara Perdata
Sementara itu dua dokter Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra yang mengugat perdata Prita, dokter Henky Gozal, dokter Grace Hilza menyerahkan surat pengajuan pencabutan perkara perdata terhadap Prita Mulyasari ke majelis hakim perkara pidana.
”Ini akan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim pidana dalam memutuskan perkara,” ujar kuasa hukum dua dokter itu, Risma Situmorang saat menyerahkan surat tersebut ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Risma mengatakan, langkah yang mereka lakukan hari ini adalah kelanjutan dari pengajuan pencabutan perkara perdata Prita pada Senin 14/12 kemarin. Menurut dia, surat yang akan diberikan kepada majelis hakim pidana tersebut berisikan pernyataan dua dokter itu yang telah mencabut perkara perdata dan membatalkan eksekusi denda yang dibebankan kepada Prita.
”Hanya ini yang bisa kami lakukan untuk membantu Prita, kalau masuk ke perkara pidana itu sudah bukan kewenangan kami,” kata Risma.
Didampingi Manager Legal RS Omni, Hadi Lalu Furqoni Alwi, Risma tiba di Pengadilan Negeri Tangerang pukul 09.00. Keduanya langsung menyerahkan surat bersampul putih kepada petugas bagian tata usaha Pengadilan Negeri Tangerang.
Risma berharap, surat yang disampaikan kepada majelis hakim pidana itu dapat menjadi pertimbangan dalam memutuskan perkara pidana.
Kasasi Perdata Prita Jalan Terus
Sedangkan anggota tim kuasa hukum Prita dari OC Kaligis and Asociated, Slamet Yuwono, menyatakan kasasi perkara perdata Prita akan jalan terus setelah upaya damai yang dimediasi Tim Departemen Kesehatan buntu."Pidana jalan terus, perdata jalan terus," ujarnya di Pengadilan Negeri Tangerang.
Slamet mengatakan proses pengajuan pencabutan perkara perdata Prita Mulyasari yang dilakukan oleh RS Omni Internasional sia-sia karena tidak disertai dengan upaya penyelesaian dalam perkara pidana Prita. "Karena keduanya adalah satu paket," kata Slamet.
Ia mengatakan jika memang RS Omni beritikad baik untuk menyelesaikan masalah ini, semestinya mereka menyelesaikan perkara perdata dan perkara pidana Prita.
Menurut Slamet, apa yang pihak Prita inginkan bukan untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. "Dengan menghadap dan meminta kepada majelis hakim agar Prita dibebaskan dari segala tuntutan, bukanlah untuk mengintervensi, karena dua dokter itu yang mempidanakan Prita," kata Slamet.
Menindaklanjuti perkembangan dan hasil mediasi damai Departemen Kesehatan dan sikap RS Omni yang terkesan tidak mau menanggapi permintaan untuk menyelesaikan perkara pidana Prita, menurut Slamet, pihaknya menyatakan kasasi perkara perdata akan jalan terus.
Secara terpisah, kuasa hukum RS Omni, Risma Situmorang mengatakan apapun yang terjadi pihaknya tetap akan mencabut perkara perdata dan tidak akan mencampuri perkara pidana Prita.
"Meski pencabutan perkara perdata nantinya atas kesepakatan kedua belah pihak, semuanya kami serahkan kepada pihak Prita," kata Risma. (red/*tif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar