JAKARTA, MP - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis malam, menahan mantan Direktur Utama Bank Jabar Banten, Umar Syarifuddin yang menjadi tersangka dugaan korupsi di Bank Jabar Banten.
Umar dimasukkan ke mobil tahanan sekitar pukul 23.15 WIB. Umar yang mengenakan kemeja batik tidak memberikan keterangan kepada wartawan.
Jonas M. Sihaloho, penasihat hukum Umar, mengatakan, kliennya ditahan di rumah tahanan Cipinang, Jakarta Timur. “Sebelum ditahan, Umar sempat dimintai keterangan di dalam gedung KPK. "Beliau ditanya soal identitas," kata Jonas.
Menurut Jonas, pemeriksaan terhadap kliennya belum memasuki substansi tentang dugaan tindak pidana korupsi di Bank Jabar Banten. Sebelumnya, tim KPK menangkap Umar karena bersikap tidak kooperatif.
"Saudara US kita tangkap di kawasan Rangkas Bitung, Banten," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi.
Tim penyidik KPK menangkap Umar di sebuah rumah yang diduga sebagai tempat praktik paranormal. "Berdasar informasi masyarakat, dia sudah sepuluh hari di rumah itu," kata Johan.
Johan menjelaskan, KPK memutuskan untuk melakukan penangkapan karena Umar tidak memenuhi panggilan sampai dua kali. Sebelumnya, KPK telah memanggil Umar pada 17 Juli 2009 dan 23 Juli 2009.
"Dari info masyarakat, maka kita kejar dan kita lakukan penangkapan," kata Johan menambahkan.
Sebelum melakukan penangkapan, KPK juga sudah menghubungi keluarga Umar, untuk menanyakan kenapa Umar tidak kooperatif terhadap panggilan KPK.
Setelah ditangkap, Umar langsung dibawa ke gedung KPK di Jakarta. Sementara itu, Umar tiba di gedung KPK pada pukul 19.45 WIB. Umar tiba dengan didampingi sejumlah petugas KPK.
Umar tidak memberikan keterangan kepada wartawan. Pria yang malam itu mengenakan baju batik berwarna abu-abu itu langsung memasuki gedung KPK dengan tangan diborgol.
KPK telah menetapkan Umar sebagai tersangka. Umar diduga memungut biaya setoran modal dan setoran pajak dari 30 cabang Bank Jabar-Banten sejak 2003 sampai 2005.
KPK menduga biaya setoran modal dan setoran pajak ini tidak masuk ke kas negara melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi Umar. Akibat perbuatan ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp37 miliar.
KPK menjerat Umar dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (red/*a)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar