Sponsor

Selasa, Agustus 04, 2009

Majelis Hakim PN Tangerang Diadukan ke KY

JAKARTA, MP - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengadukan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang menangani kasus judi sepuluh orang anak ke Komisi Yudisial (KY).

"Pengaduan ke KY ini tentang tindakan majelis hakim PN Tangerang yang diduga tidak profesional dalam menangani pengadilan sepuluh orang anak," kata Ketua KPAI, Hadi Supeno di Jakarta, Selasa (4/8) kemarin.

Surat pengaduan KPAI diserahkan langsung oleh Hadi kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KY, Muzzayin Mahbub di Kantor KY di Jakarta.

Kesepuluh bocah tersebut yakni Abdul Rohim, Abdul Rahman, Abdul Gofur, Musa, Hakim, Bahruddin, Sarifuddin, Dalih, Ifran dan Rosidik, merupakan warga Rawarenga, Rawajati, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.

Bocah-bocah tersebut ditangkap di area parkir Bandara Soekarno Hatta pada 29 Mei 2009 dan ditahan hampir sebulan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Tangerang, karena terbukti bermain judi koin mempertaruhkan uang senilai Rp135 ribu.

Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, Senin (27/7) akhirnya menjatuhkan vonis bersalah terhadap sepuluh anak yang bermain judi namun dibebaskan tanpa dikenai hukuman penjara.

Dalam pembacaan vonis di PN Tangerang oleh Ketua Majelis Hakim Retno Pujiningtias, kesepuluh bocah tersebut dinyatakan bersalah melanggar pasal 303 ayat 1 ke 2 KUHP.

Pengadilan memutuskan membebaskan kesepuluh anak itu, tetapi kesepuluh bocah itu dikenai vonis bersalah.

Pengadilan tetap memberikan sanksi tersebut karena terbukti mengikuti kebiasaan orang dewasa namun tidak berjudi mencari uang sebagai mata pencaharian. "Menurut kami keputusan yang kami inginkan adalah bebas murni, bukan keputusan bersyarat itu," kata Hadi.

Keputusan majelis hakim PN Tangerang tersebut terkesan ada pembenaran dari KPAI dan itu tidak sesuai dengan misi KPAI. "Majelis hakim menyatakan bahwa KPAI menyatakan bahwa itu merupakan judi, karena majelis hakim melakukan pengutipan surat yang kita kirimkan ke mereka secara sepenggal-sepenggal," kata Hadi.

Surat yang dikirim KPAI ke majelis hakim PN Tangerang pada tanggal 14 Juli 2009 tersebut nomor 312/KPAI/VII/2009, dan meminta PN Tangerang untuk segera melakukan klarifikasi.

Terjadinya kasus terhadap sepuluh anak tersebut, menurut Hadi dapat merupakan kesalahan yang disebabkan oleh orangtua maupun lingkungan karena merupakan masalah yang kompleks.

"Yang jelas anak itu adalah korban dan dalam undang-undang perlindungan anak, pelaku adalah korban karena orang dewasa tidak dapat menyediakan ruang untuk bermain dan tidak bisa memberikan contoh yang baik," katanya.

Oleh karenanya bila anak-anak melanggar hukum tidak selayaknya dipenjara tetapi dengan cara lain yakni menggunakan fungsi orangtua dan sekolah sebagai cara mendidiknya. "Selain itu polisi yang menangani kasus ini tidak menggunakan kebijakan diskresi," kata Hadi.

Kebijakan diskresi diluar hukum formal tersebut sebenarnya diperkenankan, karena sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara.

Kemudian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 16 ayat 3, yang menyatakan penangkapan, penyidikan dan pemidanaan terhadap anak sebagai upaya terakhir yang dapat dilakukan. "Seharusnya kepolisian melakukan upaya lain sebelum melakukan hal-hal tersebut," katanya. (red/*a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails